Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah
menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan
bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak
mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai
dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati
untuk bangsa Indonesia.
Oleh karena itu tantangan di
era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau
tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi
dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan
jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di
atas kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi
kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya
sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari
nilai-nilai luhur pancasila.
Dalam
arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas
antar setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu,sesuai dengan tangan
terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu,islam,serta masuknya kaum barat
yang akhirnya melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme
tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa
pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi
dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan
ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi
nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa
lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.
Dalam
pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari
dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan
bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal
anti dunia luar tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Maka, kini,
konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka
diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa
Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal
dari kebudayaan bangsa lain.
Yang
terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar
hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa
saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi
merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas. Kunci jawaban
dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai
luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan
tertolak dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba
terbuka seperti saat ini justru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada
titik nadir.
Bangsa
dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga
budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap
bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus,
sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati
sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah
berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara
Indonesia seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum
PBB menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong,
kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.
Sistem
politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan
semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya
dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa
demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM)
dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah
merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham
liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat
Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa
dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat
saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik
tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.
Dalam
kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan
dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana
saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.
Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas
kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan
pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan
tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai
pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi
dari persoalan tersebut .
Source : agusnurul.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar